KONSELING UMUM
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai
calon konselor kita harus mampu melakukan konseling, hal ini dipelajari dalam
psikologi, yaitu psikologi konseling, yang merupakan cabang dari psikologi.
Kita harus mampu memahami psikologi konseling agar kita bisa mengerti dan
menjadi acuan dalam melakukan konseling.
Dengan
mengetahui pengertian dari psikologi, konseling dan psikologi konseling, maka
sedikit banyaknya akan membantu kita sebagai calon konselor untuk dapat
melaksanakan proses konselor yang baik. Juga diharapkan kita mampu menerapkan
pemahaman psikologi kita terhadap proses konseling karena dengan memahami
proses mental dari klien akan membantu kita dalam menyusun langkah berikut
dalam membantu penyelesaian masalah yang sedang dihadapi klien.
Didalam
makalah ini, di jelaskan tentang defenisi dari psikologi, konseling, dan
psikologi konseling. Semoga akan membantu kita pembaca dalam mengasah pemahaman
yang mendukung terwujudnya keprofesionalan sebagai seorang konselor.
B. Rumusan Masalah
1. Sebutkan prinsip-prinsip yang harus di
perhatikan konselor dalam pelayanan konseling ?
2. Coba saudara sebutkan asas-asas konseling ?
3. Sebutkan bidang kajian psikologi konseling?
4. Jelaskan perbedaan psikologi konseling dengan
psikoterapi?
5. Jelaskan hubungan psikologi konseling dengan
psikiatri?
6. Jelaskan hubungan psikologi konseling dengan
sosiologi dan antropologi?
7. Jelaskan metode pengembangan psikologi
konseling?
8. Jelaskan karakteristik dan kompetensi
konselor profesional?
9. Jelaskan karakteristik khusus konselor?
10. Coba saudara sebutkan karakteristik
pengetahuan?
11. Coba saudara sebutkan karakteristik
keterampilan dan pengalaman?
12. Jelaskan kompetensi inti seorang konselor?
13. Sebutkan 4 kompetensi yang harus dimiliki
seorang konselor?
14. Sebutkan macam-macam kondisi psikologis yang
menunjang psroses konseling?
15. Coba saudara sebutkan teori-teori psikologi
dalam konseling?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Prinsip-prinsip Yang Harus Diperhaikan Konselor
1.
Konselor harus memulai karir nya sejak awal
dengan program kerja yang jelas, dan memiliki kesiapan yang tinggi untuk
melaksanakan program tersebut. Konselor juga memberikan kesempatan kepada
seluruh orang untuk mengetahui program-program yang hendak dijalankan.
2.
Konselor harus selalu mempertahankan sikap
profesional tanpa mengganggu keharmonisan hubungan antara konselor dengan
klien. Dalam hal ini, konselor harus menonjolkan keprofesionalan nya, tetapi
tetap menghindari sikap elitis atau kesombongan.
3.
Konselor bertanggung jawab untuk memahami
peran nya sebagai konselor profesional dan menerjemahkan perannya itu kedalam
dunia nyata. Konselor harus pula mampu dengan sebaik-baiknya menjelaskan
tentang tujuan yang hendak dicapai oleh konselor.
4.
Konselor bertanggung jawab kepada semua klien
tidak melihat kegagalan dan permasalahan yang dialami klien.
5.
Konselor harus memahami dan mengembangkan
kompetensi untuk membantu klien yang mengalami masalah dengan kadar yang cukup
parah.
6.
Konselor harus mampu bekerja sama secara
efektif dengan klien maupun dengan rekan sejawat.[1]
B. Asas-Asas Konseling
-
Asas Kerahasian
-
Asas Kesukarelaan
-
Asas
Keterbukaan
-
Asas
Kekinian
-
Asas
Kemandirian
-
Asas
Kegiatan
-
Asas
Kedinamisan
-
Asas
Keterpaduan
-
Asas
Kenormatifan
-
Asas
Keahlian
-
Asas
Alih Tangan ( Referal )
-
Asas
Tut Wuri Handayani[2]
C. Bidang Kajian Psikologi Konseling
1. Hakikat, tujuan, prinsip-prinsip dan
asas-asas konseling
2. Karakteristik dan kompetensi konselor
profesional
3. Karakteristik konseli dan masalah-masalahnya
4. Kondisi psikologis yang menunjang berlangsung
nya proses konseling
5. Hambatan-hambatan dalam proses konseling
6. Teori-teori psikologi untuk diterapkan
kedalam pelayanan konseling
7. Penggunaan teknologi dalam konseling[3]
D. Perbedaan Psikologi konseling dan Psikoterapi
KONSELING
|
PSIKOTERAPI
|
1. Klien
|
1. Pasien
|
2. Gangguan
yang kurang serius
|
2. Gangguan
yang serius
|
3. Masalah:
Jabatan, Pendidikan, dsb
|
3. Masalah
kepribadian dan pengambilan
keputusan
|
4. Berhubungan
dengan pencegahan
|
4. Berhubungan
dengan penyembuhan
|
5. Lingkungan
pendidikan dan non medis
|
5. Lingkungan
medis
|
6. Berhubungan
dengan kesadaran
|
6. Berhubungan
dengan ketidaksadaran
|
7. Metode
pendidikan
|
7. Metode
penyembuhan[4]
|
E. Hubungan psikologi Konseling dan Psikiatri
Psikiatri merupakan spesialisasi yang sulit
dibedakan dari kekhususan konseling. Perbedaan pokok antara psikiatri dan
psikologi konseling dapat dilihat dari dua aspek yaitu pendidikan tenaga dan
masalah konseli. Dilihat dari pendidikan tenaga, psikiatri lebih ditekankan pada
pendidikan medis yang dibangun di lingkungan kedokteran, sedangkan konseling
lebih ditekankan pada pendidikan psikopedagogis artinya pendidikan
untukmenyiapkan tenaga konselor yang mampu meberikan pelayanann psikologis
dalan suasana pedagogis pada setting persekolahan
maupun luar sekolah, dalam konteks kultur, nilai, dan religi yang diyakini
konseli dan konselor. Dilihat dari masalah konselor, perbedaan lain yang dapat
ditonjolkan ialah bahwa psikiatri menangani masalah yang berhubungan dengan
kondisi emosional yang lebih berat, sedangkan konseling menangani masalah emosi
yang ringan seperti : kecemasan, stres ringan, depresi, konflik,
ketergangtungan, dan prutasi.
F. Hubungan Psikologi konseling dengan sosiologi
dan antropologi
Psikologi konseling sebagai ilmu pengetahuan
(scientific) memiliki hubungan erat dengan sosiologi dan antropologi. Pada
hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang ditandai adanya hubungan antara
manusia yang satu dan lainnya. Hubungan antarmanusia merupakan kebutuhan manusia
bersama, sehingga tidak ada satu pun manusia yang sanggup hidup sendiri.
Manusia, di mana pun berada tidak dapat dipisahkan dari lingkungan
masyarakatnya.
Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang banyak
mempelajari tentang perilaku manusia dilihat dari aspek terbentuknya perilaku
dan dinamika perilaku dalam kaitannya dengan kehidupan sosial. Di sisi lain
psikologi konseling juga mempelajari perilaku konseli dalam hubungannya dengan
masalah-masalah hidupnya. Sehingga bila dipadukan dapat terjadi sentuhan objek
yang dikaji disiplin ilmu tersebut.
Manusia tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
masyarakat, dan perilaku manusia akan menghasilkan budaya, wlaupun dip pihak
lain budaya sebagai produk perilaku manusia akan berpengaruh terhadap perilaku
manusia itu sendiri. Dalam kaitan ini antropologi banyak bermain peran di dalam
mengkaji perilaku manusia dalam hubungannya dengan kebudayaan. Antropologi
berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya,
dan untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.[5]
G. Metode pengembangan psikologi konseling
1. Metode longitudinal adalah metode
pengembangan yang dilakukan dalam kurun waktu relatif lama untuk mencapai suatu
hasil yang diharapkan.
2. Metode ceross-sectional adalah metode
pengembangan yang tidak membutuhkan waktu terlalu lama, dengan kata lain hanya
menggunakan waktu yang relatif singkat yang dapat diperoleh dengan data-data
yang banyak dan menggunakan sampell lebih dari 1 konseli.
a. Metode introspeksi adalah penghayatan
terhadap kehidupan psikis nya sendiri, yang merupakan sumber pengenalan yang
penting dalam psikologi konseling.
b. Metode ekstrospeksi adalah pengamatan yang
sistematis terhadap kehidupan psikis orang lain untuk memahami ciri-ciri khas
orang individu tersebut.
c. Metode kuesiner adalah metode pengembangan
psikologi dengan menggunakan daftar pertanyaan atau pernyataan yang harus
dijawab dengan secara tertulis oleh klien.
d. Metode interviu adalah metode wawancara yang
dilakukan dengan melakukan wawancara kepada sejumlah orang.
e. Metode dekumentasi aalah metode pengumpulan,
pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan informasi dalam bidang pengetahuan.
f. Metode sosiometri adalah metode yang
dilakukan dengam mengumpilkan data mengenai hubungan sosial individu.
g. Metode biografi adalah metode dengan
mengumpulkan riwayat hidup yang berguna untuk menggali informasi yang mendalam
mengenai berbagai kejadian yang dialami individu.
h. Metode kelompok adalah metode pengembangan
yang dilakukan dengan dinamika kelompok.
i.
Metode
test adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan data kemampuan individu.[6]
H. Karakteristik dan kompetensi konselor
profesional
1. Pengetahuan Mengenai Diri Sendiri (Self-knowledge)
Disini berarti bahwa konselor memahami dirinya dengan baik, dia memahami secara nyata apa yang dia lakukan, mengapa dia melakukan itu, dan masalah apa yang harus dia selesaikan. Pemahaman ini sangat penting bagi konselor, karena beberapa alasan sebagai berikut.
a)
Konselor yang memilki persepsi yang akurat akan
dirinya maka dia juga akan memilki persepsi yang kuat terhadap orang lain.
b)
Konselor yang terampil memahami dirinya maka ia juga
akan memahami orang lain.
2. Kompetensi (Competence)
Kompetensi dalam karakteristik ini memiliki makna sebagai kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral yang harus dimiliki konselor untuk membantu klien. kompetensi sangatlah penting, sebab klien yang dikonseling akan belajar dan mengembangkan kompetensi-kompetensi yang diperlukan untuk mencapai kehidupan yang efektif dan bahagia. Adapun kompetensi dasar yang seyogianya dimilki oleh seorang konselor, yang antara lain :
a.
Penguasaan wawasan dan landasan pendidikan
b.
Penguasaan konsep bimbingan dan konseling
c.
Penguasaan kemampuan assesmen
d.
Penguasaan kemampuan mengembangkan progaram bimbingan
dan konseling
e.
Penguasaan kemampuan melaksanakan berbagai strategi
layanan bimbingan dan konseling
f.
Penguasaan kemampuan mengembangkan proses kelompok
g.
Penguasaan kesadaran etik profesional dan pengembangan
profesi
h.
Penguasaan pemahaman konteks budaya, agama dan setting
kebutuhan khusus
3.
Kesehatan Psikologis yang
Baik
Seorang konselor dituntut untuk dapat menjadi model dari suatu kondisi kesehatan psikologis yang baik bagi kliennya, yang mana hal ini memiliki pengertian akan ketentuan dari konselor dimana konselor harus lebih sehat kondisi psikisnya daripada klien. Kesehatan psikolpgis konselor yang baik sangat penting dan berguna bagi hubungan konseling. Karena apabila konselor kurang sahat psikisnya, maka ia akan teracuni oleh kebutuhan-kebutuhan sendiri, persepsi yang subjektif, nilai-nilai keliru, dan kebingungan.
4. Dapat Dipercaya (trustworthness)
Konselor yang dipercaya dalam menjalankan tugasnya memiliki kecenderungan memilki kualitas sikap dan prilaku sebagai berikut:
a.
Memilki pribadi yang konsisten
b.
Dapat dipercaya oleh orang lain, baik ucapannya maupun
perbuatannya.
c.
Tidak pernah membuat orang lain kesal atau kecewa
d.
Bertanggung jawab, mampu merespon orang lain secara
utuh, tidak ingkar janji dan mau membantu secara penuh.
5.
Kejujuran (honest)
Yang dimaksud dengan Kejujuran disini memiliki pengertian bahwa seorang konselor itu diharuskan memiliki sifat yang terbuka, otentik, dan sejati dalam pembarian layanannya kepada konseli. Jujur disini dalam pengertian memiliki kongruensi atau kesesuaian dalam kualitas diri actual (real-self) dengan penilain orang lain terhadap dirinya (public self). Sikap jujur ini penting dikarnakan:
1.
Sikap keterbukaan konselor dan klien memungkinkan
hubungan psikologis yang dekat satu sama lain dalam kegiatan konseling.
2.
Kejujuran memungkinkan konselor dapat memberikan umpan
balik secara objektif terhadap klien.
6. Kekuatan atau Daya (strength)
Kekuatan atau kemampuan konselor sangat penting dalam konseling, sebab dengan hal itu klien merasa aman. Klien memandang seorang konselor sebagi orang yang, tabaha dalam menghadapi masalah, dapat mendorong klien dalam mengatasi masalahnya, dan dapat menanggulangi kebutuhan dan masalah pribadi. Konselor yang memilki kekuatan venderung menampilkan kualitas sikap dan prilaku berikut.
1.
Dapat membuat batas waktu yang pantas dalam konseling
2.
Bersifat fleksibel
3.
Memilki identitas diri yang jelas
7. Kehangatan (Warmth)
Yang dimaksud dengan
bersikap hangat itu adalah ramah, penuh perhatian, dan memberikan kasih sayang.
Klien yang datang meminta bantuan konselor, pada umumnya yang kurang memilki
kehangatan dalam hidupnya, sehingga ia kehilangan kemampuan untuk bersikap
ramah, memberikanperhatian, dan kasih sayang. Melalui konseling klien ingin
mendapatkan rasa hangat tersebut dan melakukan Sharing dengan konseling. Bila
hal itu diperoleh maka klien dapat mengalami perasaan yang nyaman.
8. Pendengar yang Aktif (Active responsiveness)
Konselor secara
dinamis telibat dengan seluruh proses konseling. Konselor yang memiliki
kualitas ini akan:
(a) mampu berhubungan
dengan orang-orang yang bukan dari kalangannya sendiri saja, dan mampu berbagi
ide-ide, perasaan,
(b) membantu klien
dalam konseling dengan cara-cara yang bersifat membantu,
(c) memperlakukan
klien dengan cara-cara yang dapat menimbulkan respon yang bermakna,
(d) berkeinginan
untuk berbagi tanggung jawab secara seimbang dengan klien dalam konseling.
9. Kesabaran
Melaui kesabaran konselor dalam proses konseling dapat membantu klien untuk mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar konselor menunjukan lebih memperhatikan diri klien daripada hasilnya. Konselor yang sabar cenderung menampilkan sikap dan prilaku yang tidak tergesa-gesa.
10. Kepekaan (Sensitivity)
Kepekaan mempunyai makna bahwa konselor sadar akan kehalusan dinamika yang timbul dalam diri klien dan konselor sendiri. Kepekaan diri konselor sangat penting dalam konseling karena hal ini akan memberikan rasa aman bagi klien dan klien akan lebih percaya diri apabila berkonsultasi dengan konselor yang memiliki kepekaan.
11. Kesadaran Holistik
Pendekatan holistik dalam bidang konseling berarti bahwa konselor memahami secara utuh dan tidak mendekatinya secara serpihan. Namun begitu bukan berarti bahwa konselor seorang yang ahli dalam berbagai hal, disini menunjukan bahwa konselor perlu memahami adanya berbagai dimensi yang menimbulkan masalah klien, dan memahami bagaimana dimensi yang satu memberi pengaruh terhadap dimensi yang lainnya. Dimensi-dimensi itu meliputi aspek, fisik, intelektual, emosi, sosial, seksual, dan moral-spiritual.[7]
I. Karakteristik khusus konselor
1. Memiliki cara-cara sendiri yaitu konselor
harus selalu ada dalam proses pengembangan yang khas.
2. Memiliki kehormatan diri dan apresiasi diri
yaitu konselor harus dapat dimintai bantuan, dibutuhkan dan menerima konseli.
3. Mempunyai kekuatan yang utuh, mengenal dan
menerima kemampuan sendiri yaitu konselor merasa nyaman saat bersama kenseli
dan konseli merasa kuat dan aman bersama konselor.
4. Terbuka terhadap perubahan dan mau mengambil
resiko yang lebih besar yaitu konselor mau mengambankan diri dan menyadari
semakin banyak tuntutan resiko yang harus dihadapi
5. Terlibat dalam proses-proses pengembangan
kesadaran tentang diri dan konseli yaitu konselor menyadari bahwa dengan
kesadaran yang tebats hanya akan memperoleh kebebasan yang terbatas.
6. Memiliki kesanggupan untuk menerima dan
memberikan toleransi terhadap ketidakmenentuan
7. Memiliki identitas diri artinya konselor
mengetahui siapa diri mereka dan apa yang ingindicapai.
8. Mempunyai rasa empati yang tidak posesif
yaitu konselor mampu mengalami dan mengethui dunia konseli
9. Hidup (eksistensi) yaitu konselor harus
memilih berorientasi pada kehidupan dan menyenangi hidup
10. Otentik, nyata, sejalan, jujur dan bijak
yaitu konselor tidak hidup dengan berpura-pura tetapi dengan apa adanya.
11. Memberi dan menerima kasih sayang artinya
konselor harus dapat memberikan sesuatu dengan sepenuh hati.
12. Hidup pada masa kini yaitu konselor tidak
mencap dirinya tentang apa yang harus dilakukan pada masa lalu.
13. Dapat berbuat salah dan mau mengakui
kesalahan yaitu konselor belajar dari kesalahan dan tidak tersikssa dengan
kesalahan-kesalahan tersebut.
14. Dapat terlibat secara mendalam dengan
pekerjaan-pekerjaan dan kegiatan-kegiatan kreatif.[8]
J. Karakteristik pengetahuan
1. Pendekatan psiko dinamika yang berlandaskan
pada pemahan, motivasi tak sadar, serta rekontruksi kepribadian.
2. Terapi-terapi yang berorientasi paada tingah
laku, rasional kognitif dan tindakan.
3. Terapi-terapi yang berorientasi eksperiensial
dan relasi.
K. Karakteristik keterampilan dan pengalaman
Karakteristik keterampilan :
1. Keterampilan penampilan
2. Keterampilan embuka percakapan
3. Keterampilan membuat paraphrasing atau
parafrasa
4. Keterampilan mengidentifikasi perasaan
5. Keterampilan merefleksi perasaan
6. Keterampilan konfrontasi
7. Keterampilan memberi informasi
8. Keterampilan memimpin
9. Keterampilan menginterprestasi
Karakteristik pengalaman :
1. Pengalaman kerja konselor di setting sekolah
2. Pengalaman kerja konselor diluar sekolah[9]
L. Kompetensi inti seorang konselor
Kompetensi inti konselor adalah
1. Kompetensi pedagogis
2. Kompetensi kepribadian
3. Kempetensi sosial
4. Kompetensi profesional[10]
M. 4 kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang
konselor
Kompetensi Akademik calon
konselor meliputi kemampuan
1.
mengenal secara
mendalam konseli yang hendak dilayani,
2.
menguasai khasanah teoretik konteks, asas, dan prosedur serta
sarana yang digunakan dalam penyelenggaraan pepelayananbimbingan dan konseling,
3.
menyelenggarakan pepelayanan bimbingan dan konseling yang
memandirikan, dan
N. Kondisi psikologis yang menunjang proses
konseli
1.
Keamanan dan
kebebasan psikologis.
2.
Ketulusan dan
kejujuran konselor.
3.
Kehangatan dan penuh
penerimaan.
4.
Perasaan konselor
yang berempati.
5.
Perasaan konselor
yang menyenangkan.
6.
Perasaan mencapai
prestasi.
7.
Membangun harapan klien.
O. Teori-teori dalam konseling
1.
Teori Psikoanalisis
(Freudian)
2.
Teori Psikologi
Individu ( Adlerian)
3.
Teori Person Centered
(Rogerian)
4.
Behavior
5.
Gestalt
6.
Rational Emotive
Therapy
[1]
Hartono dan soedarmaji, boy dalam psikologi konseling 2013
[2]
Prayitno dan Amti, Erman dalam Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, 2009
[3]
Hartono dan soedarmaji, boy dalam psikologi konseling 2013
[4]
Hartono dan soedarmaji, boy dalam psikologi konseling 2013
[5]
Hartono dan Boy Soedarmadji. 2012. Psikologi Konseling (ed).
Jakarta: Kencana.
[6]
Sofyan s. Willis dalam konseling individual, teori dan praktek, 2014
[8]
Hartono dan Boy Soedarmadji. 2012. Psikologi Konseling (ed).
Jakarta: Kencana.
[9]
Hartono dan Boy Soedarmadji. 2012. Psikologi Konseling (ed).
Jakarta: Kencana.
[10]
Hartono dan Boy Soedarmadji. 2012. Psikologi Konseling (ed).
Jakarta: Kencana.
[11]
Hartono dan Boy Soedarmadji. 2012. Psikologi Konseling (ed).
Jakarta: Kencana.
[12]
Sofyan s. Willis dalam konseling individual, teori dan praktek, 2014
[13]
Hartono dan Boy Soedarmadji. 2012. Psikologi Konseling (ed). Jakarta:
Kencana
Komentar
Posting Komentar